DisiniIbu Guru akan membahas tentang pelajaran Geografi yaitu Tentang Hilangnya wilayah resapan air hujan. Untuk petani, telah ditentukan mereka kehabisan mata pencahariannya akibat pengalihan guna lahan jadi perumahan. Memanglah buat memajukan sesuatu bangsa bukanlah gampang. Terdapat akibat positif serta negatif yang dapat terjalin DataDinas Kabupaten Bekasi lahan pertanian menyusut sekitar 1.500 hektar per tahun, pada 2014 masih ada 52.000 hektar, sementara pada 2017 ini jumlahnya berkurang menjadi 48.000. Lahan-lahan Untukmemajukan suatu bangsa tidaklah mudah dilakukan. Akan ada dampak positif dan negatif yang kemungkinan besar bisa terjadi di masa depan. Tetapi jika telah dirancang dengan melakukan perencanaan yang baik dan sesuai dengan prosedur maka setidaknya hal ini akan bisa mengurangi efek negatif dari membangun perumahan di lahan - lahan hutan. Sehinggapemerintah memutuskan untuk membuka lahan perhutanan sebagai bentuk pengalihan lahan menjadi perumahan. Tentu hal tersebut menimbulkan sisi positif dan juga negatif dari beberapa pihak. Sudah tentu akan menimbulkan bencana alam seperti banjir hingga tanah longsor yang sebagai akibat dari hilangnya resapan air hujan. Banjir akan Lahanpertanian adalah jenis lahan yang paling banyak dialih fungsikan terutama lahan sawah. Hal ini dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu: Rendahnya insentif atau pendapatan yang diterima oleh petani selama mengelola lahan sawah dibandingkan dengan penggunaan untuk kegiatan untuk sektor lainnya (Daulay et al., 2016; Demmallino et al., 2018). 1VDY6u7. Konversi lahan pertanian menjadi lahan industri banyak terjadi di Negara-negara yang sedang dalam proses berkembang, seperti Negara-negara ASEAN. Konversi lahan pertanian menjadi lahan industri banyak terjadi di pinggiran kota. Biasanya, pemilik perusahaan ini berpengaruh terhadap kelangsungan kehidupan masyarakat di daerah tersebut. 1. Pembangunan industri lebih memilih lahan yang strategis. sebagian lahan strategis tersebut merupakan lahan pertanian. 2. Harga lahan pertanian relatif lebih murah dibandingkan dengan lahan terbangun. 3. Pembangunan industri memilih akses yang lebih mudah 4. Industri dibangun dekat dengan bahan baku lahan pertanian menjadi pilihan yang baik. 5. Faktor sosial dan budaya hukum waris. Kenversi lahan pertanian menjadi industri mengakibatkan pertanian " Terusir " dari tanah mereka digantikan oleh uang. Awalnya, petani di pedesaan mempunyai tanah, namun kemudian mereka menjadi petani gurem dan tak betahan. kondisi ini memengaruhi sistem sosial dan budaya hukum waris yang berorientasi pada nilai uang. Anak-anak petani tidak lagi diwarisi lahan pertanian, tetapi diganti dengan pembagian uang hasil penjualan lahan petanian. Penggunaan lahan dalam pembangunan industri memerlukan perhatian beberapa negara Industri. Pasalnya, tidak semua industri yang akan atau sudah di bangun berada di lahan yang tepat dan tidak menempati lahan produktif seperti lahan pertanian. Berbagai masalah timbul akibat konversi lahan dari lahan pertanian menjadi industri antara lain 1. Lahan pertanian berkurang, yang membuat produksi pangan dan pertanian menurun. 2. Lahan pertanian sekitar industri berpotensi terkena imbas pencemaran akibat limbah tau polusi dari industri baik tanah, air, maupun udara. 3. Konversi lahan itu menular, yagn mengancam ketersediaan lahan petanian. ArticlePDF Available AbstractAs the capital of the province of East Kalimantan, Samarinda City developments has a rapid progress from year to year. Samarinda City Development has a tendency oriented towards infrastructure development without regard to the existence of the quality of the existing environment. Imbalance of development in Samarinda city is to start decreasing the water catchment area, so its make increasing intensity of flood in the Samarinda City. The purpose of this study was to analyze the impact of changes in land use in the Samarinda city on the ability of the water catchment area. This research method using descriptive approach, the data collection system of primary and secondary. Intensity flood in the Samarinda city is increasing from year to year, this condition happened as a problem that always occurs during the rainy season. Current development trends, always take an area that should be an infiltration area for Samarinda City. Culture and inadequate infrastructure conditions such as lack of system of drainage and polder, was another factor causing the high intensity of flood in Samarinda City. Therefore, the relevant regulations development guidelines for Samarinda City must consider all aspects of planning, in this case especially the important of a balance of cultivated land and protected areas or zones. Keywords Changes in land use; intensity of puddles; Samarinda Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. 70 Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota Vol 1 No 1 2019, 69-82 P-ISSN 1858-3903 and E-ISSN 2597-9272 DAMPAK PERUBAHAN GUNA LAHAN TERHADAP KEMAMPUAN RESAPAN AIR KASUS KOTA SAMARINDA THE IMPACT OF LAND USE CHANGES TO WATER ABSORBTION ABILITY CASE KOTA SAMARINDA Warsilan1 FEB Universitas Mulawarman, Kampus Gn. Kelua Samarinda, Kaltim; warsilan_moch Info Artikel  Artikel Masuk 17 Oktober 2018  Artikel diterima 26 Oktober 2018  Tersedia Online 24 Mei 2019 1. PENDAHULUAN Kota Samarinda merupakan ibu kota Provinsi Kalimantan Timur sebagai kota tepian sungai, tidak lepas dari keberadaan sungai-sungai besar DAS Sungai Mahakam dan Sub DAS Karang Mumus yang membelah wilayah Samarinda menjadi dua bagian yaitu Samarinda Seberang dan Samarinda Kota. Keadaan morfologi Kota Samarinda sangat sensitif untuk dikembangkan, wilayah bagian utara merupakan daerah ABSTRAK Sebagai ibu kota Propinsi Kalimantan Timur, perkembangan Kota Samarinda mengalami kemajuan dari tahun ke tahun. Pembangunan Kota Samarinda kecenderungan berorientasi terhadap pembangunan infrastruktur tanpa memperhatikan keberadaan kualitas lingkungan yang ada. Ketidakseimbangan pembangunan yang ada di Kota Samarinda adalah mulai berkurangnya area resapan air yang ada, sehingga berdampak pada meningkatnya intensitas genangan air yang ada di Kota Samarinda. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak perubahan guna lahan yang ada di Kota Samarinda terhadap kemampuan resapan air wilayah Kota Samarinda. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif, dengan sistem pengumpulan data secara primer dan sekunder. Intensitas genangan air pada wilayah Kota Samarinda selalu meningkat dari tahun ke tahun, kondisi ini sebagai suatu permasalahan yang selalu terjadi pada saat musim hujan. Kecenderungan pembangunan saat ini, mengarah pada area yang seharusnya menjadi resapan catchman area bagi Kota Samarinda. Budaya masyarakat dan kondisi infrastruktur yang tidak memadai dalam hal ini adalah sistem drainase dan polder, merupakan faktor lain penyebab tingginya intensitas genangan air di Kota Samarinda. Oleh sebab itu peraturan terkait arahan pembangunan Kota Samarinda harus memperhatikan segala aspek perencanaannya, dalam hal ini adalah memperhatikan keseimbangan lahan budidaya dan lahan untuk zona kawasan lindung. Kata-kata Kunci Perubahan guna lahan; genangan air; Samarinda ABSTRACT As the capital of the province of East Kalimantan, Samarinda City developments has a rapid progress from year to year. Samarinda City Development has a tendency oriented towards infrastructure development without regard to the existence of the quality of the existing environment. Imbalance of development in Samarinda city is to start decreasing the water catchment area, so its make increasing intensity of flood in the Samarinda City. The purpose of this study was to analyze the impact of changes in land use in the Samarinda city on the ability of the water catchment area. This research method using descriptive approach, the data collection system of primary and secondary. Intensity flood in the Samarinda city is increasing from year to year, this condition happened as a problem that always occurs during the rainy season. Current development trends, always take an area that should be an infiltration area for Samarinda City. Culture and inadequate infrastructure conditions such as lack of system of drainage and polder, was another factor causing the high intensity of flood in Samarinda City. Therefore, the relevant regulations development guidelines for Samarinda City must consider all aspects of planning, in this case especially the important of a balance of cultivated land and protected areas or zones. Keywords Changes in land use; intensity of puddles; Samarinda Copyright © 2019JPWK-UNDIP This open access article is distributed under aCreative C ommons Attribution CC-BY-NC-SA International license. Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 71 bergelombang dan juga merupakan daerah resapan air sedangkan untuk wilayah bagian selatan cenderung berbukit dan banyak terdapat daerah patahan. Oleh karena itu, tidak mudah untuk menetapkan daerah-daerah layak bangun untuk di kembangkan di Kota Samarinda, sehingga diperlukan konsep-konsep perencanaan yang memperhatikan kondisi-kondisi morfologi kota Samarinda. Sesuai kondisi forfologi yang demikian, maka sistem resapan air berdasarkan pola aliran air tanah run off mengalami hambatan dan umumnya mengalir menempati daerah tangkapan air catchment area berupa cekungan pada dataran-dataran rendah rawa yang kemudian secara alami mengalir ke outlet DAS Mahakam yang berada di tengah kota Samarinda. Kota Samarinda telah berkembang dari kota sedang menjadi kota besar sebagaimana berkembangnya kota-kota besar di Indonesia, yang membutuhkan peningkatan penyediaan sarana dan prasarana bagi kehidupan penduduk sosial-ekonomi, dengan perwujudan semakin masifnya kawasan terbangun yang berada pada kawasan-kawasan tangkapan air catchment area. Dilema antara kepentingan pengembangan wilayah infrastruktur dengan upaya pelestarian lingkungan di Kota Samarinda sebagaimana telah digambarkan, mewakili kompleksitas konflik antara pembangunan dengan lingkungan yang menuntut penyelesaian secara cermat. Pengembangan infrastruktur kota yang mengancam kelestarian sumber daya lahan dalam meresapkan air hujan di Kota Samarinda mutlak harus berdampingan dengan upaya konservasi, karena pembangunan berkelanjutan yang selaras dengan keberlanjutan ekologi merupakan kunci keberhasilan dari pengembangan wilayah Sonny, 2002. Dalam teoritis Perubahan Penggunaan Lahan atau Perubahan tata guna lahan adalah berubahnya penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lain diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya atau berubahnya fungsi lahan suatu daerah pada kurun waktu yang berbeda. Perubahan fungsi tutupan lahan dari kawasan konservasi lahan hijau menjadi kawasan terbangun permukiman akan memperberat tekanan terhadap kondisi lingkungan antara lain pengaruhi besarnya laju erosi dan sedimentasi di wilayah hulu, menimbulkan banjir dan genangan diwilayah hilir, serta tanah longsor dan kekeringan. Pergeseran fungsi lahan di kawasan pinggiran, dari lahan pertanian dan tegalan atau kawasan hutan yang juga berfungsi sebagai daerah resapan air, berubah menjadi kawasan perumahan, industri dan kegiatan usaha non pertanian lainnya, berdampak pada ekosistem alami setempat. Fenomena ini memberi konsekuensi logis terjadinya penurunan jumlah dan mutu lingkungan, baik kualitas maupun kuantitasnya, yaitu menurunnya sumberdaya alam seperti, tanah dan keanekaragaman hayati serta adanya perubahan perilaku tata air siklus hidrologi dan keanekaragaman hayati. Perubahan siklus hidrologi adalah terjadinya perubahan perilaku dan fungsi air permukaan, yaitu menurunnya aliran dasar base flow dan meningkatnya aliran permukaan surface runoff, yang menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan tata air hidrologi dan terjadinya banjir dan genangan di daerah hilir. Perubahan fungsi lahan dalam suatu DAS juga dapat menyebabkan peningkatan erosi, yang mengakibatkan pendangkalan dan penyempitan sungai atau saluran air Suripin, 2003 223. Hal ini diperkuat dengan penelitian Radhea Giarkenang Nur Fauzi, Dwiyono Hari Utomo, Didik Taryana 2018 tentang Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Debit Puncak di Sub DAS Penggung Kabupaten Jember. Hasil penelitian menunjukkan Penggunaan lahan yang banyak mengalami perubahan alih fungsi yaitu hutan. Pengaruh luas penggunaan lahan terhadap debit puncak adalah sebesar 32,4%. Dari hasil dari uji regresi simultan dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap debit puncak. Jenis penggunaan lahan yang berpengaruh signifikan terhadap debit puncak yaitu lahan terbangun dan lahan kosong. Dari jenis penggunaan lahan tersebut, jenis penggunaan lahan yang paling berpengaruh terhadap debit puncak yaitu lahan terbangun. Adapun Faktor yang mempegaruhi perubahan guna lahan dalam eksesistensi berupa bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe tata guna lahan yang lain dari suatu waktu ke Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 72 waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda Wahyunto et al., 2001. Perubahan tata guna lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Perubahan tata guna lahan lebih disebabkan oleh adanya kebutuhan dan keinginan manusia. Menurut McNeill et al., 1998 faktor-faktor yang mendorong perubahan tata guna lahan adalah politik, ekonomi, demografi dan budaya. Aspek politik adalah adanya kebijakan yang dilakukan oleh pengambil keputusan yang mempengaruhi terhadap pola perubahan tata guna lahan. Perubahan tata guna lahan di suatu wilayah merupakan pencerminan upaya manusia memanfaatkan dan mengelola sumberdaya lahan. Perubahan tata guna lahan tersebut akan berdampak terhadap manusia dan kondisi lingkungannya. Menurut Suratmo 1982 dampak suatu kegiatan pembangunan dibagi menjadi dampak fisik-kimia seperti dampak terhadap tanah, iklim mikro, pencemaran, dampak terhadap vegetasi flora dan fauna, dampak terhadap kesehatan lingkungan dan dampak terhadap sosial ekonomi yang meliputi ciri pemukiman, penduduk, pola lapangan kerja dan pola pemanfaatan sumberdaya alam yang ada. Dengan adanya perubahan lahan atau alih fungsi lahan akan berdampak sebagaimana menurut Firman dalam Widjanarko; 2006 bahwa alih fungsi lahan yang terjadi menimbulkan dampak langsung maupun dampak tidak langsung. Dampak langsung yang diakibatkan oleh alih fungsi lahan berupa hilangnya lahan pertanian subur, hilangnya investasi dalam infrastruktur irigasi, kerusakan natural lanskap, dan masalah lingkungan. Kemudian dampak tidak langsung yang ditimbulkan berupa infasi penduduk dari wilayah perkotaan ke wilayah tepi kota. Demikian pula menurut Situmeang 1998, perubahan struktur ekonomi dimana telah terjadi peningkatan peranan sektor non-pertanian terhadap perekonomian dapat mempercepat perubahan pola penggunaan lahan ke arah pengkotaan. Selanjutnya, perubahan struktur perekonomian sendiri dapat dijelaskan dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi, dimana pertumbuhan ekonomi dapat mempercepat terjadinya struktur ekonomi kearah sektor manufaktur, jasa dan sektor non-pertanian lainnya. Sedangkan faktor pengaruh peresapan air hujan menurut Kibler 1982, dalam Adianti dan Maryanti, 2000, pada dasarnya terdapat dua hal utama yang berkaitan dengan proses perkembangan kota yang menyebabkan perubahan utama dalam proses limpasan air permukaan 1. Penutupan sebagian atau seluruh bagian dari daerah tangkapan air dengan kawasan terbangun imprevious area seprti jalan, bangunan, dan area parkir dapat menyebabkan kapasitas infiltrasi atau penyerapan airnya menurun drastis bahkan mendekati nilai nol. 2. Meningkatnya volume air yang harus dibawa kapasitas pengangkutan air oleh jaringan pengaliran. Jaringan pengaliran yang alami pada dasarnya lebih rapi, dalam dan berkelok-kelok, sedangkan saluran air drainase dan saluran air hujan buatan sudah terpasang dengan aturan tertentu. Menurut Leopold 1977, dalam Adianti, 2015, pengaruh utama dari perubahan tutupan lahan terhadap kondisi hidrologi perkotaan yaitu 1. Berubahnya volume limpasan air permukaan runoff secara total 2. Berubahnya volume keluaran discharges limpasan air permukaan saat puncak 3. Berubahnya kecepatan limpasan air permukaan 4. Berubahnya kemampuan fasilitas hidrologi yang ada Perubahan penggunaan lahan dan perbedaan sifat-sifat tanah yang meliputi alih fungsi lahan yang semula ada vegetasi menjadi lahan yang tak ada atau minim vegetasi mengakibatkan laju infiltrasi dan perkolasi pada tanah menjadi berubah. Pada awalnya merupakan lahan yang memungkinkan terjadinya infiltrasi yang Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 73 besar berubah menjadi pemukiman penduduk dan jalan-jalan desa yang kurang memungkinkan terjadinya proses infiltrasi yang cukup besar, menyebabkan semakin berkurangnya daerah resapan air hujan secara langsung. Sebagaimana dengan penelitian Sundari 2015, Kajian Kondisi Bio Fisik, Debit Banjir dan Kapasitas Tampung Air Sungai pada SubDAS Karang Mumus dan SubDAS Karang Asam di wilayah Kota Samarinda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi biofisik seperti bentuk DAS, topografi, tanah dan tutupan lahan pada kawasan DAS Samarinda secara simultan dapat mempercepat kejadian bencana banjir di wilayah kota Samarinda. Faktor utama adalah tutupan lahan dominan berupa semak belukar, permukiman dan pertambangan serta lahan terbuka. Sehingga dapat mengurangi resapan air dan meningkatkan intensitas genangan air berupa terjadinya banjir. Penelitian Pontoh dan Sudrajat 2005, Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan Dengan Limpasan Air Permukaan Studi Kasus Kota Bogor. Dari penelitian yang dilakukan, menunjukan bahwa pergeseran perubahan guna lahan dari ruang terbuka hijau menjadi kawasan terbangun di daerah perkotaan akan besar pengaruhnya terhadap lingkungan, terutama terhadap tata air di kota yang bersangkutan maupun daerah sekitarnya. Belajar dari pengalaman yang dihadapi perkotaan, karena kondisi geografisnya baik lokasi maupun fisik, pertimbangan pengaruh perubahan guna lahan terhadap limpasan dan resapan air menjadi sangat penting dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayahnya. Penelitian Yulistiani dan Widjanarko 2013, tentang; Pengaruh perubahan guna lahan terhadap pelayanan Drainase di Kawasan sekitar Kampus UNDIP Tembalang. Hasil penelitian perubahan setiap jenis lahan di daerah hulu dan hilir DAS memberikan pengaruh yang significant terhadap debit limpasan air. Jenis lahan yang memberikan pengaruh besar adalah permukiman. Pada debit yang melebihi kapasitas dan daya dukungnya akan menimbulkan genangan air atau banjir. Pesatnya perubahan guna lahan menjadi lahan terbangun di kawasan perkotaan yang tidak memperhatikan fungsi lahan sebagai resapan air, sehingga debit limpasan air menjadi meningkat dan mendorong timbulnya permasalah banjir di Kota Samarinda. Hal ini searah dengan hasil penelitian Santi Sari 2011, Studi Limpasan Permukaan Spasial Akibat Perubahan Penggunaan Lahan Menggunakan Model Kineros, hasil penelitian menunjukan bahwa perubahan penggunaan lahan berpengaruh terhadap besarnya limpasan permukaan yang terjadi atau terdapat korelasi antara penggunaan lahan dengan besarnya tinggi limpasan permukaan. Demikian pula dalam penelitian Merry Yelza dkk. 2012, yang berjudul Pengaruh Perubahan Tataguna Lahan Terhadap Debit Limpasan Drainase di Kota Bukittinggi, hasil penelitian adalah; Pertama, tata guna lahan mempunyai pengaruh terhadap besarnya limpasan permukaan, yang dapat diketahui dari besarnya nilai koefisien limpasan. Kedua, peningkatan koefisien limpasan akibat perubahan tata guna lahan berbanding lurus dengan peningkatan debit limpasan yang terjadi. Konsekuensi dari pengembangan Kota Samarinda sebagai pusat kota Propinsi Kalimantan Timur adalah semakin terpinggirnya wilayah atau area yang menjadi wilayah tangkapan air. Dampak yang sangat signifikan dirasakan adalah semakin meningkatnya intensitas genangan air pada musim hujan, dan luasan area genangan yang terjadi di wilayah kota Samarinda. Hal tersebut dapat disebabkan oleh Penataan Ruang yang kurang sesuai ataupun pelaksanaan pembangunan yang menyimpang dari rencana. Dengan demikian perlu adanya upaya pengendalian melalui penata gunaan lahan dengan memasukkan aspek lingkungan, khususnya mengenai dampaknya terhadap limpasan air permukaan yang terdapat dalam RTRW bagi kota-kota yang berada di Daerah Aliran Sungai seperti Kota Samarinda. Selain itu kondisi fisik daerah dan karakteristik yang dimiliki ikut menjadi andil dalam mempengarui terjadinya perubahan dan intensitas air limpasan sebagaimana penelitian Anna A. Noor 2014, Analisis Potensi Limpasan Permukaan Sungai Bengawan Solo, bahwa berdasarkan interpretasi citra landsat yang memperhitungkan peran 4 parameter permukaan lahan yaitu topografi, tanah, cover, dan surface storage, maka parameter topografi merupakan parameter yang paling banyak berpengaruh terhadap perubahan Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 74 potensi air permukaan. Hal ini akan berakibat terhadap peningkatan debit banjir sebagaimana penelitian Nurdiyanto dkk. 2016, Analisis Hujan Dan Tata Guna Lahan Terhadap Limpasan Permukaan Di SubDAS Pekalen Kabupaten Probolinggo, hasil penelitian berdasarkan analisa limpasan permukaan metode Curve Number dengan software HEC HMS menunjukkan bahwa perubahan tata guna lahan yang mengakibatkan nilai Curve Number meningkat 0,59% maka, debit banjir yang akan terjadi juga mengalami peningkatan sebesar 1,99%. Benturan antara kebijakan pembangunan budidaya dengan konservasi fungsi lindung di Kota Samarinda perlu ditengahi dengan melahirkan sebuah pemahaman komprehensif mengenai pengembangan wilayah yang bersinergi. Kemampuan lahan dalam meresapkan air hujan merupakan hal penting dan perlu dijaga, mengingat luasnya pengaruh dampak. Permasalahan studi yang diangkat pada penelitian ini adalah; bagaimana dampak perubahan lahan terhadap intensitas kemampuan resapan air di wilayah kota Samarinda, yang disebabkan oleh semakin meluasnya kawasan terbangun perumahan dan pertambangan, yang tidak diimbangi dengan penangan sistem drainase yang baik di kota Samarinda. Dengan demikian, permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut 1. Bagaimanakah karakteristik perubahan guna lahan di wilayah studi, serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan guna lahan ? 2. Bagaimanakah implikasi perubahan guna lahan terhadap kemampuan peresapan air? Tujuan penelitian ini antara lain adalah 1 Untuk mengetahui jenis perubahan lahan, besaran dan lokasi perubahan guna lahan dalam periode tahun 2000-2016 di wilayah Kota Samarinda. 2 Teridentifikasinya faktor-faktor yang terkait dengan perubahan lahan pada periode tahun 2000-2016 di wilayah kota Samarinda, serta dampak perubahan guna lahan terhadap kemampuan resapan air di kota Samarinda. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa masukan dalam perencanaan pembangunan kota melalui pengendalian pemanfaatan Tata Ruang Wilayah Kota Samarinda yang memperhatikan keseimbangan lingkungan dan daya dukung lingkungan. 2. DATA DAN METODE Jenis penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah termasuk dalam jenis penelitian deksriptif descriptive research. Penelitian deksriptif descriptive research adalah penelitian yang berusaha untuk pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, menganalisis data dan menginterpretasi data. Penelitian ini juga bersifat komparatif dan korelatif Achmandi & Narbuko, 2012. Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Adapun waktu penelitian ini dilakukan pada tahun 2017 bulan Januari bulan April atau selama 4 empat bulan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi kepustakaan, baik literatur sebagai referensi teoritis maupun dokumen dari instansi terkait. Teknik survey yang digunakan adalah 1. Observasi Lapangan Observasi lapangan dilakukan dengan melakukan peninjauan terkait dampak atau implikasi yang disebakan oleh penurunan kemampuan resapan air di Kota Samarinda. 2. Studi literatur Studi literatur dilakukan dengan penelaahan kepustakaan sebagai referensi terhadap jalannya proses studi. 3. Survey instansi Survey instansi dilakukan untuk menggali informasi melalui data sekunder yang dapat mendukung proses identifikasi permasalahan serta analisis data. Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 75 Metodologi penelitian yang dilakukan adalah dengan cara observasi pada kawasan terbangun dengan masifnya kegiatan pembangunan yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan permukiman, lahan terbangun lainnya, dan pertambangan yang berdampak terhadap penetrasi kawasan resapan air, serta menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif terhadap intensitas limpasan maupun aliran air. Adapun keterbaruan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian terdahulu dengan segala keterbatasan yang ada, dapat diidentifikasikan besaran perubahan intensitas limpasan dan aliran debit air di Kota Samarinda pada tahun 2000 dengan tahun 2016. Metode analisis dalam studi ini mengacu pada pemanfaatan metode yang akan membantu menjawab pertanyaan penelitian serta mencapai sasaran. Secara garis besar, metode analisis penelitian dalam studi ini meliputi metode kuantitatif dan kualitatif. Pengaruh perubahan tata guna lahan pada aliran permukaan surface run off dinyatakan dalam koefisien aliran permukaan C, yaitu perbandingan antara besarnya aliran permukaan dan besarnya curah hujan. Angka koefisien ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 s/d 1, nilai C = 0 berarti semua air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah, sebaliknya nilai C = 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. DAS yang masih baik C mendekati nol dan semakin rusak harga C mendekati satu. Adanya perubahan tata guna lahan mengakibatkan terjadinya perubahan siklus hidrologi setempat, artinya semakin meningkat luasan tutupan lahan oleh lapisan kedap air, menyebabkan volume aliran permukaan meningkat dan mengurangi jumlah resapan air ke dalam tanah sehingga mempengaruhi muka air tanah setempat. Besaran resapan infiltrasi dan limpasan permukaan surface run off, selain dipengaruhi oleh perubahan tata guna lahan juga tergantung dari kondisi geologi setempat, kemiringan lahan dan besarnya curah hujan. Koefisien air limpasan C adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya air limpasan terhadap besarnya curah hujan. Secara matematis, koefisien air limpasan dapat dijabarkan sebagai berikut Nilai koefisien air limpasan merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah suatu DAS telah mengalami gangguan fisik. Nilai C yang besar menunjukkan bahwa lebih banyak air hujan yang menjadi air limpasan sehingga ancaman terjadinya erosi dan banjir menjadi lebih besar. Angka C berkisar antara 0 sampai 1 Asdak, 2004. Koefisien aliran dapat dibagi menjadi dua jenis Sosrodarsono and Takeda, 1993, yaitu koefisien volumetric dan koefisien aliran aliran volumetrik diperoleh dengan membagi jumlah aliran langsung dengan jumlah hujan penyebabnya. Rumus koefisien aliran volumetrik, yaitu dengan Cv koefisien aliran volumetrik q aliran langsung mm p jumlah hujan penyebabnya mm Koefisien aliran puncak merupakan perbandingan antara besarnya puncak aliran Qp dengan intensitas hujan selama waktu tiba dari banjir I dan luas daerah pengaliran A. Rumus koefisien aliran puncak, yaitu Koefisien Air Limpasan C = Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 76 dengan Cp koefisien aliran puncak Qp puncak aliran m3/det I intensitas hujan rata-rata mm/jam A luas daerah pengaliran m2 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Penggunaan Lahan Kota Samarinda 2000 dan 2016 Pada tahun 2000, tercatat sebagian wilayah Kota Samarinda masih berupa lahan kosong yang belum terbangun 80 % yang masih berupa semak, sawah, tegalan, kebun, vegetasi hijau dan rawa. Sementara lahan terbangun yang ada di Kota Samarinda pada tahun 2000 masih terpusat pada wilayah perkotaan Samarinda berupa jenis penggunaan lahan permukiman, perdagangan, pemerintahan, pendidikan dan industri. Selain berada pada kawasan perkotaan, guna lahan permukiman dan perdagangan juga berada di kawasan pinggiran Kota Samarinda yang memiliki pola linear disepanjang jaringan jalan Kota Samarinda. Pada tahun 2016, perubahan guna lahan di wilayah Kota Samarinda terlihat cukup signifikan, terutama pada aktifitas guna lahan permukiman berupa pembukaan kawasan-kawasan perumahan baru yang menyebar di setiap wilayah kecamatan di Kota Samarinda, disamping aktifitas guna lahan permukiman, aktifitas guna lahan perdagangan dan jasa, serta guna lahan industri juga mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan yang berada di beberapa kawasan strategis perkotaan dan pinggiran Kota Samarinda. Kondisi ini apabila tidak dikelola dengan baik akan berdampak buruk bagi Kota Samarinda, karena akan menyebabkan menurunnya kualitas lahan dalam menyerap air kedalam tanah. Tabel 1. Komposisi Perubahan Guna Lahan Kota Samarinda Tahun 2000 dan Tahun 2016 Badan Pertanahan Kota Samarinda, 2017 Rumah, bangunan dan Halaman Berdasarkan tabel 1 komposisi penggunaan lahan di kota Samarinda pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2016, menunjukan bahwa perubahan penggunaan lahan pertanian terus mengalami penurunan pada tahun 2000 seluas ha, menjadi ha pada tahun 2016. Dilihat dari prosentasi dengan luas wilayah kota Samarinda yang sebelum mencapai 74,72 % turun menjadi 42,33 % dari total luas wilayah kota Samarinda. Penggunanan lahan bukan pertanian meningkat pada tahun 2000 seluas ha atau 25,27 % dari total luas wilayah Kota Samarinda menjadi ha pada tahun 2016 atau 57,66 % dari luas kota Samarinda, perubahan ini terutama lahan terbangun berupa rumah dan bangunan dari ha pada tahun 2000 menjadi ha pada tahun 2016. Dalam arti bahwa perubahan tata guna lahan dari lahan pertanian kepenggunaan lahan non pertanian di kota Samarinda selama kurun waktu 15 tahun intensitasnya sangat tinggi. Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 77 Berdasarkan gambar 1 dan gambar 2, terlihat komposisi perubahan guna lahan khususnya pada jenis penggunaan lahan permukiman memiliki peningkatan yang cukup signifikan. Kondisi tersebut terlihat dari sebaran guna lahan permukiman pada tahun 2000 yang sebelumnya hanya memusat pada sekitar area sungai Mahakam, dan pada tahun 2016 tersebar pada beberapa wilayah utara dan selatan Kota Samarinda yang tadinya merupakan area dengan jenis penggunaan lahan sawah dan lahan bukan sawah area terbuka yang berfungsi sebagai resapan air catchment area dan telah berubah fungsi menjadi lahan terbangun, sehingga meningkatkan intensitas air limpasan run off lebih besar dan terjadinya air genangan atau banjir. Sumber Bappeda Samarinda, 2017 Gambar 1 Peta Penggunaan Lahan Kota Samarinda Tahun 2000 Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 78 Faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan di Kota Samarinda Pertumbuhan Kota Samarinda yang semakin pesat, memberikan dampak tersendiri terhadap karakteristik perubahan penggunaan lahan di Kota Samarinda. Keberadaan Kota Samarinda sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Timur, menjadi daya tarik sendiri bagi para pendatang yang berada di luar wilayah Kota Samarinda dan Propinsi Kalimantan Timur untuk mencari pekerjaan. Urbanisasi yang terjadi di Kota Samarinda selalu mengalami peningkatan setiap mencari pekerjaan dan merantau merupakan faktor utama yang menjadi penyebab tingginya angka urbanisasi yang ada di Kota Samarinda. Peningkatan urbanisasi yang terdapat di Kota Samarinda, secara tidak langsung akan berdampak pada kebutuhan akan lahan permukiman. Meningkatnya kebutuhan lahan akan permukiman berdampak pada berkembangya pembukaan lahan-lahan baru yang ada di Kota Samarinda yang digunakan untuk kegiatan areal permukiman dan perumahan Sumber Bappeda Samarinda, 2017 Gambar 2 Peta Penggunaan Lahan Kota Samarinda Tahun 2016 Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 79 Penggunaan lahan permukiman yang meningkat tersebut juga memiliki dampak yang signifikan terhadap munculnya pusat-pusat aktivitas perekonomian baru seperti kegiatan perdagangan dan adanya urbanisasi, pembangunan Kota Samarinda yang belum merata membuat keadaan pembangunan di pusat-pusat perkotaan Samarinda menjadi padat. Proses pembangunan tersebut berdampak terhadap menurunnya lahan-lahan perkotaan yang semula berupa lahan pertanian mengalami perubahan fungsi menjadi lahan permukiman dan perdagangan. Kondisi yang ada saat ini di Kota Samarinda adalah mulai terbukanya lahan-lahan baru di pinggiran Kota Samarinda yang sebelumnya berupa lahan kosong sekarang berubah fungsi menjadi lahan permukiman dan perdagangan. Kota Samarinda yang mulai megalami pertumbuhan yang pesat memiliki daya tarik tersendiri bagi para pendatang yang berasal dari Kota Samarinda ataupun dari luar Provinsi Kalimantan Timur untuk menjadikan Kota Samarinda sebagai tempat mencari lapangan pekerjaan. Pertumbuhan penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun berdampak pada peningkatan akan kebutuhan permukiman, yang secara tidak langsung akan mengurangi keberadaan lahan kosong yang memiliki fungsi kegiatan pertanian, perkebunan serta kegiatan lainnya. Implikasi Perubahan Guna Lahan Terhadap Resapan Air di Kota Samarinda Kemampuan resapan air kedalam tanah pada umumnya lebih dipengaruhi oleh jenis tanah suatu kondisi jenis tanah yang sifatnya tetap, maka faktor penutupan lahan atau tata guna lahan memiliki peran yang signifikan dalam pengurangan atau peningkatan aliran permukaan run off sehingga mengakibatkan air yang meresap kedalam tanah menjadi kecil. Secara tidak langsung dapat disimpulkan bahwa besar kecilnya jumlah air hujan yang terserap kedalam tanah juga dipengaruhi faktor guna lahan pada suatu kawasan Asdak,2004. Berikut merupakan pemaparan asumsi mengenai kemampuan resapan air di Kota Samarinda berdasarkan faktor guna lahan Kota Samarinda. Menghitung Koefisien Limpasan Perhitungan koefisien limpasan merupakan dasar perhitungan mengenai berapa kemampuan kawasan dalam meresap air yang berada di atasnya berdasarkan jenis penggunaan lahannya. Adapaun perhitungan mengenai koefisien limpasan pada wilayah Kota Samarinda dapat di sajikan pada tabel 2. dan tabel 3. Tabel Koefisien Limpasan Kota Samarinda Berdasarkan Penggunaan Lahan Tahun 2000 Hasil Analisis, 2017 Rumah bangunan dan Halaman Berdasarkan tabel 2, penggunaan lahan pada tahun 2000 diketahui nilai koefisien limpasan penggunaan lahan Kota Samarinda adalah sebesar 129,3283. Dimana jenis penggunaan lahan yang memiliki nilai koefisien limpasan terbesar adalah jenis penggunaan lahan sawah. Adapun nilai C =0,180123 menunjukan bahwa limpasan air hujan masih dapat terintersepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah, artinya daya dukung dan daya tampung lingkungan masih baik. Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 80 Tabel Koefisien Limpasan Kota Samarinda Berdasarkan Penggunaan Lahan Tahun 2016 Hasil Analisis, 2017 Rumah bangunan dan Halaman Berdasarkan tabel 3, diketahui nilai koefisien limpasan penggunaan lahan Kota Samarinda adalah sebesar 188,36. Dimana jenis penggunaan lahan yang memiliki nilai koefisien limpasan terbesar adalah jenis penggunaan lahan rumah bangunan dan halaman. Berdasarkan Tabel 3, nilai koefisien atau nilai C Kota Samarinda pada 2016 dimana nilai C kota Samarinda adalah C= 0,262343. Berdasarkan nilai koefisien tersebut diketahui bahwa koefisien aliran air pada tahun 2016 mengalami peningkatan sebesar 0,08222 atau sebesar 45,64659 % dibandingkan pada tahun 2000 yang artinya jika perubahan guna lahan yang terjadi di Kota Samarinda secara terus menerus dapat mengakibatkan nilai C mendekati 1, dimana bahwa hampir seluruh air yang ada mengalir kepermukaan yang dapat mengakibatkan tingginya angka intensitas genangan di Kota Samarinda. Menghitung peningkatan debit berdasarkan perubahan lahan dimana hutan merupakan titik acuan. Metode ini merupakan perhitungan perkiraan peningkatan debit limpasan pada wilayah penelitian dimana guna lahan hutan merupakan titik acuan dalam memperkirakan peningkatan debit air limpasan. Tabel 4. Perkiraan Debit Limpasan Kota Samarinda Berdasarkan Penggunaan Lahan Tahun 2000 Hasil Analisis, 2017 Rumah bangunan dan Halaman Berdasarkan tabel 4, debit limpasan total pada wilayah Kota Samarinda pada tahun 2000 adalah sebesar m3/detik. Debit limpasan terbesar Kota Samarinda berdasarkan jenis penggunaan lahan tahun 2000 adalah jenis penggunaan lahan sawah dengan debit limpasan sebesar m3/detik. Adapun debit limpasan pada lahan terbangun untuk perumahan, bangunan dan halaman sebesar m3/detik. Sedangkan rawa-rawa dan lainnya debit limpasan rata-rata antara 402, m3/detik. Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 81 Tabel 5. Perkiraan Debit Limpasan Kota Samarinda Berdasarkan Penggunaan Lahan Tahun 2016 Hasil Analisis, 2017 Rumah bangunan dan Halaman Berdasarkan tabel 5, debit limpasan total pada wilayah Kota Samarinda pada tahun 2016 adalah sebesar m3/detik. Debit limpasan terbesar Kota Samarinda berdasarkan jenis penggunaan lahan tahun 2016 adalah jenis penggunaan lahan rumah bangunan dan halaman dengan debit limpasan sebesar m3/detik. Berdasarkan nilai tabel 4 dan tabel 5, terdapat peningkatan debit limpasan pada Kota Samarinda yakni sebesar m3/dtk dari m3/detik tahun 2000 menjadi m3/detik tahun 2016 atau sebesar 23,81 %. Artinya dengan adanya perubahan guna lahan pada wilayah Kota Samarinda yang terjadi secara signifikan akan berdampak pada peningkatan debit limpasan yang akan berdampak pada peningkatan intensitas genangan yang ada di Kota Samarinda. Dengan perubahan guna lahan yang semakin mengarah kepada pembangunan yang bersifat fisik tanpa memperhatikan keberadaan ruang terbuka akan berdampak pada peningkatan air limpasan yang ada pada kawasan Kota Samarinda. 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian, dapat disimpulkan bahwa karakterisitik perubahan lahan yang telah terjadi adalah berubahnya fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian terutama lahan terbangun untuk perumahan dan bangunan serta halaman yang cukup masif perubahannya. Pada tahun 2000 komposisi penggunaan lahan pada wilayah Kota Samarinda masih didominasi oleh guna lahan berupa area terbuka yang meliputi area sawah, lahan bukan sawah, rawa, dan area lainnya 74,72% dari luas wilayah kota Samarinda, pada tahun 2016 turun menjadi 42,33 % dari total luas wilayah kota Samarinda. Pada tahun 2016, komposisi lahan dengan area terbangun mengalami peningkatan area dengan jenis guna lahan rumah bangunan dan halaman dari tahun 2000-2016 meningkat 41, 35 %, dengan luas lahan meningkat mencapai 57,66 % dari total luas wilayah kota Samarinda dibandingkan pada tahun 2000 hanya sebesar 25,27 % dari luas lahan total wilayah kota Samarinda. Perubahan guna lahan pada wilayah Kota Samarinda disebabkan oleh faktor urbanisasi, perkembangan pembangunan Kota Samarinda yang masih terkosentrasi pada kawasan pusat Kota Samarinda, berupa pertumbuhan pusat-pusat aktifitas ekonomi; kawasan perdagangan dan jasa, serta maraknya pembangunan permukiman pada area pinggiran Kota Samarinda, sehingga dapat memacu peningkatan kebutuhan akan lahan dan berkurangnya tutupan lahan menjadi lahan terbangun. Dampak yang ditimbulkan dari perubahan komposisi penggunaan lahan di wilayah Kota Samarinda adalah menurunnya kemampuan resapan air di Kota Samarinda. Penurunan kemampuan resapan tersebut dapat dilihat dari hasil analisis yang dilakukan, dimana terjadi peningkatan debit limpasan air pada wilayah Kota Samarinda dari tahun 2000 ke tahun 2016 sebesar 23,81%. Pengendalian pemanfaat jenis penggunaan lahan terkait dengan perijinan atas perubahan fungsi penggunaan lahan perlu ditingkatan berdasarkan arahan ketentuan pemanfaatan ruang di Kota Samarinda, melalui kebijakan dan tata kelola keruangan yang memperhatikan aspek lingkungan hidup. Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 82 5. PERNYATAAN RESMI Peneliti berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu data dan informasi terutama staff BAPPEDA Kota Samarinda, Ananda Karina Mayasari, ST,MEng. dan Ananda M, ST, MSi yang telah banyak memberi masukan dan diskusi. 6. DAFTAR PUSTAKA Asdak, Chay,2004. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Universitas Gajahmada, Yogyakarta. Achmandi, A, Narbuko, C, 2012. Metodologi Penelitian. JakartaBumi Aksara. Anna A. Noor, 2014. Analisis Potensi Limpasan Permukaan Run Off Menggunakan Model Cook`S Di Das Penyangga Kota Surakarta Untuk Pencegahan Banjir Luapan Sungai Bengawan Solo, Prosiding Seminar Nasional, Pembangunan Berkelanjutan di DAS Bengawan Solo, ISBN 978-602-70429-7-1,2014, DOI-https // Adianti Putri, 2015.Pengurangan limpasan air permukaan dengan memanfaatkan potensi green infrastructure di DAS hulu dan persepsi aktor terhadap potensi pengembangan green infrastructure studi kasus sub DAS Cisangkuy-DAS Citarum hulu di Kabupaten Bandung. Tesis. Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB. Kibler, 1982. Urban Stormwater Hydrology, Vol. 7. Washington, DC American Geophysical Union. OCLC 841205323 McNeill, al.1998.Toward ATypology And Regionalization of Land-Cover And Land-Use Change Report of Working Group B, In Meyer, and Turner II, Editors. Changes in Land Use and Land Cover A Global Press Syndicate of The University of Merry Yelza, Joko Nugroho, Suardi Natasaputra 2012. Pengaruh Perubahan Tataguna Lahan Terhadap Debit Limpasan Drainase Di Kota Bukittinggi, DOI- uploads/ sites/ 8/ 2012 /07/ Nurdiyanto, Lily Montarcih L, Ery Suhartanto,2016 Analisis Hujan Dan Tata Guna Lahan Terhadap Limpasan Permukaan Di Sub Das Pekalen Kabupaten Probolinggo, Jurnal Pengairan, Volume 7 Th. 2016. DOI- Pontoh N K, Sudrajat, 2005. Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan Dengan Limpasan Air Permukaan Studi Kasus Kota Bogor Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 16/No. 3, Desember 2005, hlm. 44-56, DOI- Radhea Giarkenang Nur Fauzi, Dwiyono Hari Utomo, Didik Taryana 2018. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Debit Puncak di Sub DAS Penggung Kabupaten Jember. Jurnal Pendidikan Geografi, Tahun 23,Nomor 1,Jan 2018,Hal 50-61, DOI- index. Php /jpg/issue/view/269 Santi Sari, 2011. Studi Limpasan Permukaan Spasial Akibat Perubahan Penggunaan Lahan Menggunakan Model Kineros, Jurnal Pengairan, Vol 2, No 2 2011 pp. 148-158. DOI-http // index. php /jtp/ issue/ view/13 Situmeang M. 1998. Pola Hubungan Antara Perubahan Penggunaan Lahan Dengan transformasi Struktur Ekonomi. Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Sonny, Keraf,A., 2002. Etika Lingkungan, Jakarta Penerbit Buku Kompas. Sosrodarsono Suyono & Kensaku Takeda, 1993, Hidrologi untuk Pengairan, PT. Pradnya Paramitha, Jakarta. Sundari, Yayuk Sri, 2015. Kajian Kondisi Bio Fisik, Debit Banjir dan Kapasitas Tampung Air Sungai pada Sub Das Karang Mumus dan Sub Das Karang Asam di wilayah Kota Samarinda Disertasi. Program Studi Doktor Ilmu Kehutanan Prorgam Pascasarjana Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda. Suratmo, 1982. Ilmu Perlindungan Kehutanan, IPB. Suripin, 2003. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Penerbit Andi,Yogyakarta. -, 2004. Pelestarian Sumberdaya Tanah Penerbit ANDI. Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 83 Widjanarko, 2006. Aspek Pertanahan Dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Sawah. Jakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan BPN. Wahyunto, M., Zainal Abidin, A. Priyono and Sunaryo, 2001.Perubahan penggunaan lahan di DAS Citarik, Jawa Barat dan DAS Garang, Jawa Tengah, pp. 39-63. InProceedings National Seminar on the Multi function of Paddy Fields. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. DOI-http // balittanah. Yulistiani dan Widjanarko 2013.Pengaruh Perubahan Guna Lahan Terhadap Pelayanan Drainase di Kawasan sekitar Kampus UNDIP Tembalang. Jurnal Teknik PWK Volume 2 nomor 3 2013, hal69-677., DOI-https// ... Kota Samarinda merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Timur yang dikenal dengan kota tepian sungai karena secara geografis dibelah oleh sungaisungai besar yaitu DAS Sungai Mahakam dan Sub DAS Karang Mumus [1]. Berdasarkan hidrologinya Kota Samarinda memiliki sekitar 20 daerah aliran sungai DAS. ...... Berdasarkan morfologinya Kecamatan Samarinda Utara berada di wilayah utara dan diperuntukkan sebagai daerah resapan air [6]. Akan tetapi, sistem resapan air berdasarkan aliran air tanah run off pada wilayah utara mengalami hambatan dan umumnya pada daerah tangkapan air catchment area berupa cekungan pada dataran rendah rawa yang kemudian secara alami mengalir ke outlet DAS Mahakam yang terletak di tengah Kota Samarinda [1]. ...Diah Putri Rachmawati Safitri Nadia Almira JordanKelurahan Sempaja Selatan termasuk daerah rawan banjir karena sistem resapan air pada wilayah utara mengalami hambatan akibat perubahan fungsi lahan, seperti pembebasan lahan untuk permukiman di daerah yang tidak sesuai peruntukkannya. Upaya pemerintah Kota Samarinda dalam penanggulangan banjir di tahun 2019 adalah perbaikan drainase, pembangunan drainase sub sistem, dan pembangunan kolam retensi sebagai solusi berkurangnya area resapan air. Berdasarkan kondisi eksisting di tahun 2021, kolam retensi hanya mereduksi banjir sebesar 3,76% dan tidak sepenuhnya menghilangkan genangan banjir, namun mengurangi lama genangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi infrastruktur hijau pengendali banjir berdasarkan preferensi stakeholder. Penelitian dilakukan dengan metode wawancara kepada stakeholder yang berpengaruh selaku pelaku pembangunan infrastruktur. Analisis konten pada penelitian menggunakan kode-kode yang ditemukan dalam transkrip wawancara dengan stakeholder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak seluruh elemen infrastuktur hijau dalam kondisi ketersediaan dan dikelola secara optimal, seperti infrastuktur drainase. Dibutuhkan informasi yang mendetail dari proses pembangunan infrastruktur secara menyeluruh tentang fisik ataupun keandalan elemen terkait. Diperlukannya penambahan infrastruktur dalam pengandalian banjir serta elemen untuk mengurangi sedimen dan polutan yang tinggi pada drainase.... Sulieman 2018 menyatakan bahwa faktor utama penyebab degradasi hutan adalah perluasan secara mekanis pada hutan untuk lahan pertanian tadah hujan, penebangan pohon, kegiatan penggembalaan yang buruk dan pembangunan infrastruktur. Faktor penutupan lahan atau tata guna lahan memiliki peran yang signifikan dalam pengurangan atau peningkatan aliran permukaan run off, sehingga mengakibatkan air yang meresap ke dalam tanah menjadi kecil Warsilan, 2019. Ketika masyarakat berkebun mereka sambil mendirikan bangunan/gubuk. ...... Berubahnya daerah resapan menjadi daerah terbangun akan mengurangi bahkan meniadakan air meresap ke dalam tanah. Dampak yang ditimbulkan dari perubahan penggunaan lahan adalah menurunnya kemampuan resapan air Warsilan, 2019. ...Mahmud MahmudHutan lindung mencakup 29,7% dari luas hutan negara, yang memiliki peran sangat penting. Penelitian bertujuan untuk menentukan faktor apa saja yang menyebabkan kebuntuan dalam mempertahankan hutan lindung wosi rendani HLWR. Metode penelitian yang digunakan adalah teknik deskriftif, development method dan evaluative method. Hasil penelitian menunjukan adanya kelalaian pemerintah daerah dan pusat terhadap penetapan HLWR yang berkepanjangan membuat luasan HLWR menurun drastis. Terbentuknya propinsi Papua Barat dengan ibu kota propinsi di Manokwari, sementara HLWR yang hanya 2-5 km dari berdampak sepanjang jalan Sesa tidak ada sejengkal tanah pun yang kosong. Partisipasi masyarakat yang rendah terhadap HLWR, mereka merasa acuh terhadap keberadaan hutan dalam menjaga, melindungi dan mempertahankan HLWR. Pengalihan jalur transportasi yang menghubungkan Sowi dengan Jalan Trikora Rendani di sisi timur HLWR membuat ruas jalan tersebut dipenuhi kawasan-kawasan terbangun. Pemberdayaan masyarakat rendah sekitar HLWR menjadikan pemilik hak ulayat menjual lahan tanpa memperdulikan hutan lindung. Kami percaya kebuntuan dalam penetapan hutan lindung dapat memberikan wawasan baru agar tidak terulang dalam kebijakan mempertahankan/melepas hutan lindung di Indonesia bahkan dunia.... Sejumlah literatur telah menjelaskan tentang penggunaan sumur resapan tergantung pada kemampuan tanah dalam melakukan proses infiltrasi ataupun permeabilitas tanah Warsilan, 2019;Kadir, 2017. Namun, dapat diketahui secara geologis bahwa Jakarta Utara merupakan daerah dengan MAL yang cukup tinggi, dan memiliki elevasi rata-rata MAT berada di posisi 2 m. ...Rahmawati FitriaHenita Rahmayanti Bagus SumargoAn Ecological drainage becomes an application in this development project in the Kelapa Gading area. The drainage concept that is applied is a drainage system in which rainwater that falls on road surface runoff will flow directly into the water infiltration system and directly fill the ground surface water. Geologically, it can be seen that North Jakarta is an area with a fairly high ground water level MAT, and has an average MAT elevation of 2 - m. This study intends to determine the ability of this ecodrainage to reduce runoff/floods that often occur in areas with a fairly high MAL. What direct benefits can be felt in the use of ecodrainage in these flood-prone areas, thus making the basic reason for applying this ecodrainage. This study uses a dynamic systems approach. In the preparation of the dynamic system model, Powersim Studio Version 10 software will be assisted. The simulation results show that an increase in rainfall every year will provide an increasing flood potential. By using eco-drainage, it is felt that it is not optimal enough to reduce runoff in areas that have high MAT levels. However, this ecodrainage still provides broad sustainability benefits. The quantity of groundwater will slowly be filled up to the aquier layer through this ecodrainage. This step is considered to be able to help prevent the aquifer layer from being exposed and have an impact on the rate of land subsidence so that the potential for flooding will decrease.... Fungsi kawasan resapan air sebaiknya tidak mengalami perubahan menjadi lahan terbangun, jika hal itu terjadi maka fungsi dari Kawasan tersebut akan terganggu dan akan menimbulkan tidak seimbangnya siklus hidrologi sehingga dapat mengakibatkan genangan dan banjir di daerah hilir Warsilan, 2019. Kawasan resapan air memiliki fungsi untuk menyerap air hujan yang turun dan menyaring air tanah dari zat-zat yang dapat larut di dalamnya Gunawan et. ...... Hal ini menambah permasalahan disaat terjadi banjir sehingga air tidak dapat langsung melimpas ke muara jika sedang pasang. Pembangunan di Kota Samarinda mengurangi area resapan air, system drainase dan folder tidak memadai yang menjadi salah satu penyebab tingginya genangan air di Samarinda Warsilan, 2019. ... Vita PramaningsihRosana RosanaYudi SulistiyantoRatna YuliawatiABSTRAKKerusakan lingkungan hidup Kota Samarinda menjadi perhatian khusus bagi pemerintah dan dinas terkait, terutama Dinas Lingkungan Hidup DLH Kota Samarinda. Permasalahan yang sering terjadi pada musim hujan adalah banjir dan tanah longsor. Masyarakat kurang informasi tentang penyebab, upaya pencegahan dan perlindungan diri dari bencana. Tujuan kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah melakukan sosialisasi dan pendampingan pencegahan kerusakan lingkungan di Kecamatan Sungai Pinang, Samarinda. Metode yang digunakan adalah pengarahan untuk memberi informasi daerah Kecamatan Sungai Pinang yang rawan bencana longsor dan banjir. Pelaksanaan diskusi dengan memaparkan laporan per kelurahan di Kecamatan Sungai Pinang. Permasalahan yang disampaikan setiap kelurahan menjadi bahan pertimbangan pihak DLH Kota Samarinda bersama pihak terkait untuk mengatasinya. Kegiatan ini bermitra dengan Dosen Prodi D3 Kesehatan Lingkungan, Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur. Hasil kegiatan yaitu Kelurahan Mugirejo rawan longsor karena daerah bertebing, padat pemukiman rumah dan banjir saat musim hujan, masyarakat belum memahami kondisi lahan yang cocok untuk membangun rumah. Kelurahan Sungai Pinang Dalam, masyarakat maupun pengusaha melakukan pembangunan kurang memperhatikan kondisi lahan. Kelurahan Bandara rawan banjir saat musim hujan karena gorong-gorong buntu penuh sampah, sedimen dan tertutup, begitu juga dengan Kelurahan Bandara dan Gunung lingai. Perlu adanya koordinasi di tingkat RT, Kelurahan, Kecamatan sampai ke Dinas terkait untuk mensosialisasikan lahan kritis, rawan longsor, pengelolaan sampah dan drainase bersih. Kata kunci kerusakan lingkungan; longsor; banjir; pengelolaan sampah. ABSTRACTEnvironmental degradation in Samarinda is a special concern for the government and related agencies, especially Department of Environment Samarinda City. Problems that often occur in the rainy season are floods and landslides. The community lacks information of causes and prevention and self protection efforts from disasters. The purpose of this community service activity is to carry out socialization and assistance to prevent environmental degradation in Sungai Pinang District, Samarinda. Methode used is directives to provide information on areas of Sungai Pinang District which are prone to landslides and floods. Implementation of the discussion by presenting reports per Village in Sungai Pinang District. The problems presented by each Village are considered by Department of Environment Samarinda City together with related parties to solved the problems. This activity is partnership with a lecturer in Diploma Environmental Health, Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur. Result of the activity are Mugirejo Village is prone to landslides because the are is rocky, densely populated with houses and floods during the rainy season, people do not understand the conditions of land suitable for building houses. Sungai Pinang Dalam Village, the community and businessman ignore land condition. Bandara Village is prone flooding during the rainy season because the culverts are clogged with garbage, sediment and clogged, as same as with Bandara and Gunung lingai. There needs coordination between official in district, subdistrict and Government to socialize critical land, prone landslides, waste management and clean drainage. Keywords environmental degradation; landslide; flood; waste management.... Perubahan tata guna lahan didefinsikan sebagai berubahnya penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lain diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya atau dalam kurun waktu yang berbeda Warsilan, 2019. Penggunaan lahan berkaitan erat dengan aktivitas manusia yang mencakup pemanfaatan dan pengelolaan serta menimbulkan dampak tersendiri dalam pemanfaatan lahan Dwiyanti & Dewi, 2013. ...The fishing settlements in Karama Village have different characteristics from other settlements, because this village still maintains Mandar culture in terms of physical and non-physical aspects such as weaving lipa 'saqbe activities, fisherman cultural rituals, sandeq races, and other cultural rituals that are carried out every year. But as its development, its existence can experience a shift. This condition can occur with the presence of other cultures both intentionally or unconsciously influenced by the economic activities of the community. This study aims to identify shifts in the cultural value of the community in Karama Village, especially in the aspect of community economic activity, through stages of identifying land-use change; analyzing it changes in Karama Village due to community economic activities; formulating an analysis of policy implications for dealing with land-use change problems in Karama Village. The results of the study indicate a change in governance and land-use change in Karama Village, with seventy-four percent of buildings changing their function from residential to trade and industry, eighteen percent of buildings experienced an increase in building area due to community economic activities. Meanwhile, twenty-eight percent of buildings do not increase their building area but use their public land for economic activities Those change has significant implications for socio-economic activities that are specifically in the cultural element that is related to the economic system or livelihoodsThe high level of land use to meet the population's needs for land for settlement has led to an increase in land cover which results in high rates of rainwater runoff and reduces the amount of water that experiences infiltration. The study was conducted to review the ability of existing drainage channels to accommodate rainwater runoff and provide technical solutions to overflowing canals. The main components used in planning are rainfall to calculate the design discharge, as well as dimensions of existing drainage, soil infiltration rate test, catchment area, percentage of impermeable area, and soil elevation as the main input data in the drainage capacity simulation using the EPA SWMM 5 tool. 2 and results that the drainage is able to accommodate rainwater runoff. However, the simulation also shows that there are flood points due to higher outfall elevations so that the existing drainage is not able to drain rainwater runoff optimally. Based on this, a rainwater harvesting system PAH and infiltration wells are planned as an effort to manage and utilize rainwater runoff by collecting and reabsorbing rainwater runoff into the NursainiArman HarahapThis study aims to analyze the water quality of the Barumun river in Pinang City based on water quality criteria and formulate a pollution control strategy that needs to be implemented. The method used is descriptive and quantitative by analyzing river water quality status based on the pollution index. The results showed that the PI value of Barumun river water ranged from to The recommended pollution control strategies are 1 maintaining river border protection zones involving environmental cadres and green communities in monitoring; 2 supervision and control of water pollution along the river; 3 improving monitoring of river water quality and supervision of wastewater discharge into rivers; 4 the granting of a wastewater disposal permit IPLC to the river must pay attention to the condition of the capacity of the river's pollution load capacity and enforce environmental laws against business actors who violate the established environmental quality standards. In conclusion, the Barumun River in Kota Pinang has decreased in quality, with the status of water quality being lightly polluted. The recommendations for water pollution control strategies that need to be implemented are progressive strategies. Keywords Water Quality, Water Pollution Control, Water Quality StatusMariani MarianiMasitah MasitahHerliani HerlianiPenelitian ini bertujuan untuk kualitas sumber air di Perairan Kelurahan Sungai Pinang Luar Kota Samarinda berdasarkan penyebaran plankton dan sesuai dengan baku mutu air sungai karang mumus. Kualitas air sungai dipengaruhi kecepatan aliran sungai dan bermacam aktivitas di bantaran sungai. Kadar BOD, COD di sungai merupakan indikator adanya sumber pencemar organik seperti dari pertanian dan limbah domestik. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yaitu penentuan lokasi berdasarkan atas adanya tujuan tertentu oleh peneliti dan sesuai dengan pertimbangan peneliti sendiri sehingga mewakili populasi di daerah tersebut. Komposisi fitoplankton yang ditemukan selama penelitian di dominasi dari kelas Bacillariaophyceae dan Cyanophyceae ditemukan hampir disetiap stasiun pengamatan. Nilai indeks keanekaragaman H’ fitoplankton 1,42 kategori sedang. Nilai indeks keanekaragaman H’ zooplankton 1,32 kategori sedang. Dari hasil rata-rata keanekaragaman plankton yang ditemukan yang artinya distabilitas komunitas biota sedang dan kualitas air tercemar Nurhayati QodriyatunFloods almost occurred in most parts of Indonesia, including in Bengkulu. The cause of floods in Bengkulu is more due to human behavior factors, namely massive land conversion. Even though the Spatial Planning Law already regulates how the use of space should be done and how to control it. On the other hand, the government is currently planning to change the rules regarding spatial planning to facilitate licensing in investment through the Job Creation Bill. In the bill, the authority of spatial planning is the authority of the central government. The problem is how the supervision and control of spatial use are carried out in Bengkulu and what about the supervision of spatial use control later if the spatial planning authority is centralized in the central government? By using a literature study, the study shows that the central government and the regional government of Bengkulu have not conducted supervision and control over spatial use as stipulated in the Spatial Planning Law. It was proven that it only conducted a review of Bengkulu Province Spatial Planning without conducting law enforcement for violations of spatial use. On the other hand, the spatial audit conducted by the Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning was not running as it should. If the authority of spatial planning is centralized to the central government, as stated in the Job Creation Bill, it is feared that the misuse of spatial use in the regions will increase. Likewise, the occurrence of the flood as a result of increased environmental damage due to spatial use that is not following its designation and function. Therefore, it is necessary to review again the plan to revoke the authority of spatial planning at the regency/city level and the provincial government level in the Job Creation hampir terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, termasuk di Bengkulu. Penyebab banjir di Bengkulu lebih dikarenakan faktor perilaku manusia, yaitu alih fungsi lahan yang masif. Padahal Undang-Undang tentang Penataan Ruang UU Penataan Ruang sudah mengatur bagaimana pemanfaatan ruang seharusnya dilakukan dan bagaimana pengendaliannya. Di sisi lain, saat ini pemerintah berencana akan mengubah aturan mengenai penataan ruang ini untuk mempermudah perizinan dalam investasi melalui RUU tentang Cipta Kerja. RUU mengatur kewenangan penataan ruang merupakan kewenangan pemerintah pusat. Permasalahannya adalah bagaimana pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan di Bengkulu dan bagaimana dengan pengawasan pengendalian pemanfaatan ruang nantinya jika kewenangan penataan ruang dipusatkan di pemerintah pusat? Studi literatur digunakan untuk mengkaji dan hasil kajian menunjukkan bahwa pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu belum melakukan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana yang diatur dalam UU Penataan Ruang. Terbukti hanya melakukan review RTRW Provinsi Bengkulu tanpa melakukan penegakan hukum atas pelanggaran pemanfaatan ruang. Di sisi lain, audit tata ruang yang dilakukan Kementerian ATR/BPN tidak berjalan sebagaimana mestinya. Jika kewenangan penataan ruang dipusatkan ke pemerintah pusat, sebagaimana disebutkan dalam RUU Cipta Kerja, dikhawatirkan penyalahgunaan pemanfaatan ruang di daerah semakin meningkat. Demikian juga dengan kejadian banjir sebagai dampak dari meningkatnya kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan ruang yang tidak sesuai peruntukan dan fungsinya. Oleh karena itu, perlu kiranya ditinjau kembali mengenai rencana mencabut kewenangan penataan ruang di tingkat kabupaten/ kota dan di tingkat pemerintah provinsi dalam RUU Cipta Giarkenang Nur Fauzi Dwiyono UtomoDidik TaryanaPerubahan penggunaan lahan pada wilayah DAS akan mempengaruhi kondisi hidrologi DAS seperti meningkatnya debit puncak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis luas dan jenis perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Penggung tahun 2006 sampai dengan 2015. Menganalisis pengaruh luas penggunaan lahan terhadap debit puncak di Sub DAS Penggung tahun 2006 sampai dengan 2015. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode pengambilan data menggunakan metode dokumentasi dan metode observasi. Hasil penelitian menunjukkan Penggunaan lahan yang banyak mengalami perubahan alih fungsi yaitu hutan. Pengaruh luas penggunaan lahan terhadap debit puncak adalah sebesar 32,4%. Dari hasil dari uji regresi simultan dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap debit puncak. Jenis penggunaan lahan yang berpengaruh signifikan terhadap debit puncak yaitu lahan terbangun dan lahan kosong. Dari jenis penggunaan lahan tersebut, jenis penggunaan lahan yang paling berpengaruh terhadap debit puncak yaitu lahan terbangun. DOI dan Pengelolaan DASChay AsdakAsdak, Chay,2004. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Universitas Gajahmada, Yogyakarta. Achmandi, A, Narbuko, C, 2012. Metodologi Penelitian. JakartaBumi Potensi Limpasan Permukaan Run Off Menggunakan Model Cook`S Di Das Penyangga Kota Surakarta Untuk Pencegahan Banjir Luapan Sungai Bengawan Solo, Prosiding Seminar Nasional, Pembangunan Berkelanjutan di DAS Bengawan SoloAnna A NoorAnna A. Noor, 2014. Analisis Potensi Limpasan Permukaan Run Off Menggunakan Model Cook`S Di Das Penyangga Kota Surakarta Untuk Pencegahan Banjir Luapan Sungai Bengawan Solo, Prosiding Seminar Nasional, Pembangunan Berkelanjutan di DAS Bengawan Solo, ISBN 978-602-70429-7-1,2014, DOI-https // limpasan air permukaan dengan memanfaatkan potensi green infrastructure di DAS hulu dan persepsi aktor terhadap potensi pengembangan green infrastructure studi kasusAdianti PutriAdianti Putri, 2015.Pengurangan limpasan air permukaan dengan memanfaatkan potensi green infrastructure di DAS hulu dan persepsi aktor terhadap potensi pengembangan green infrastructure studi kasus sub DAS Cisangkuy-DAS Citarum hulu di Kabupaten Bandung. Tesis. Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Stormwater HydrologyD F KiblerKibler, 1982. Urban Stormwater Hydrology, Vol. 7. Washington, DC American Geophysical Union. OCLC 841205323Changes in Land Use and Land Cover A Global Press Syndicate of The University of CambridgeO McneillL AlvesO ArizpMcNeill, al.1998.Toward ATypology And Regionalization of Land-Cover And Land-Use Change Report of Working Group B, In Meyer, and Turner II, Editors. Changes in Land Use and Land Cover A Global Press Syndicate of The University of Perubahan Tataguna Lahan Terhadap DebitMerry YelzaJoko NugrohoSuardi NatasaputraMerry Yelza, Joko Nugroho, Suardi Natasaputra 2012. Pengaruh Perubahan Tataguna Lahan Terhadap Debit Limpasan Drainase Di Kota Bukittinggi, DOI- uploads/ sites/ 8/ 2012 /07/ Hujan Dan Tata Guna Lahan Terhadap Limpasan Permukaan Di Sub Das Pekalen Kabupaten ProbolinggoLily NurdiyantoL MontarcihEry SuhartantoNurdiyanto, Lily Montarcih L, Ery Suhartanto,2016 Analisis Hujan Dan Tata Guna Lahan Terhadap Limpasan Permukaan Di Sub Das Pekalen Kabupaten Probolinggo, Jurnal Pengairan, Volume 7 Th. 2016. DOI Perubahan Penggunaan Lahan Dengan Limpasan Air Permukaan Studi Kasus Kota Bogor Jurnal Perencanaan Wilayah dan KotaN K PontohD J SudrajatPontoh N K, Sudrajat, 2005. Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan Dengan Limpasan Air Permukaan Studi Kasus Kota Bogor Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 16/No. 3, Desember 2005, hlm. 44-56, DOI- SariSanti Sari, 2011. Studi Limpasan Permukaan Spasial Akibat Perubahan Penggunaan Lahan Menggunakan Model Kineros, Jurnal Pengairan, Vol 2, No 2 2011 pp. 148-158. DOI-http // index. php /jtp/ issue/ view/13

pengalihan lahan resapan air menjadi perumahan akan mengakibatkan